APENSO INDONESIA

header ads

KOMUNIKASI POLITIK DAN SE-NYARI BUMI

Pagi ini sekitar satu setengah jam sebelum mengajar, berangkat ke tempat ngajar. Transportasi naik mobil online gocar. 

Kebetulan driver mobil online ini mantan pekerja surat kabar nasional terbit dari timur. Sehingga di dalam mobil banyak ngajak ngobrol situasi politik menjelang pemilu pilpres. Saya memposisikan menjadi pendengar saja yang baik. 

Dalam obrolannya. Ada capres diunggulkan, ada capres dianggap banyak celah kekurangan. Driver tua setengah usia itu juga berkata "yang penting demi masa depan anak, kalau diri kita ya sudah seperti ini" kata driver itu. 

Saya tetap diam, sebagai pendengar setia atas ocehan sang driver online itu. Sekadar menimpali kata saja. Kadang-kadang. Biar tetap pada situasi damai. Tetap berfikir positif, dan anggap saja ocehan driver itu sebagai "komunikasi politik" menjelang pilpres. 

Sampai tempat (kampus). Mau ngajar masih lama. Duduk di ruangan. Sambil menunggu waktu. 

Saya buka handphone (HP). Muncul awal liputan video berita online. Yang muncul berjudul "pemukiman warga Jakarta di bawah jembatan Toll, sempit tapi ternyata penghuninya... ".

Ternyata pemukiman di Jakarta bawah Toll itu, cukup ramai. Ada berbagai orang dewasa. Ada berbagai anak-anak kecil. Ada pula anak cacat di dorong kursi roda oleh ibunya. Ada pula yang menggendong anak bayi. Dan lain-lain. 

Pemukiman di bawah Toll. Kalau masuk  pemukimannya harus merunduk. Karena lorong jembatan Toll tingginya pendek.

Bagian lorong antar Toll (toll jejer), ada lubang lorong panjang tembus langit. Itu, dipakai jalan. Di tepi lorong itu, ada Mushola umum kecil. Ada pula tempat belajar umum disebut sekolahan untuk usia anak-anak. 

Saya melihat dan mendengar uraian reporter yg meliput. Saya terlarut ikut merasakan, sedih...eeemmm.

Saat itu, ingat pepatah Jawa "urip senyari bumi kudu duwe" (Dalam hidup sekecil bumi/tanah harus punya). Ternyata memang hidup di dunia itu juga butuh tempat tingal. Walau tanah ukuran kecil milik sendiri untuk membuat tempat tinggal. 

Tetapi nasib orang memang berbeda. Bisa jadi karena harga tanah melambung tinggi. Membuat meraka tak mampu beli. Di sisi lain butuh pemukiman. Bawah jembatan Toll sebagai alternatif pilihan, walau tak dikehendaki. Barangkali terpaksa. Sekaligus menerima nasib. 

Ingat lagi. Orang Jawa berdoa "tak menginginkan, anak keturunannya menjadi pengemis dan tidur di bawah jembatan". Berdoa dapat hidup normal sederhana saja dan berguna.

Semoga kita selalu sehat lahir batin... Aamiin YRA. 

(GeSa) 









Posting Komentar

0 Komentar